Beranda | Artikel
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 131 - 133
Senin, 10 Desember 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 131 – 133 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh: Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan RodjaTV pada Selasa, 5 Rabbi’ul Awwal 1440 H / 13 November 2018 M.

Kajian Tafsir Al-Quran: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 131 – 133

Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 131, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٣١﴾

Ketika Rabbnya berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab: “Aku Islam kepada Rabb semesta alam“.” (QS. Al-Baqarah[2]: 131)

Maksud perintah Allah subhanahu wa ta’ala dalam ayat di atas adalah agar menyerahkan diri kepada Allah dengan cara mentauhidkanNya dan menjauhkan kesyirikan. Maka Nabi Ibrahim langsung berkata “Aku Islam kepada Rabbul ‘alamin.”  Yang artinya, “Aku menyerahkan diriku kepada Allah dengan cara mentauhidkanNya, menjauhkan kesyirikan, dengan tunduk dan patuh kepadaNya dan berlepas diri dari berbagai macam kesyirikan dan pelakunya,”

Ayat ini menunjukkan bahwa agama Nabi Ibrahim adalah Islam. Dan memang semua Nabi, agamanya Islam. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ

“Para nabi bersaudara seayah beda ibu dan agama mereka satu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi, agama para Nabi semua sama. Yaitu Islam. Tapi syariat yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul itu berbeda-beda. Dari ayat ini kata Syaikh Utsaimin, kita ambil beberapa faidah:

Pertama, ayat ini menunjukkan keutamaan dan keistimewaan Nabi Ibrahim. Dimana Nabi Ibrahim tidak mengakhir-akhirkan untuk menjawab perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Nabi Ibrahim tidak sombong kepada Allah subhanahu wa ta’ala ketika Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim: أَسْلِمْ (Islamlah). Maka Nabi Ibrahim segera berkata tanpa mengakhirkan waktu, tanpa terlambat dan tanpa kesombongan tapi dengan ketundukan dan kepatuhan. Maka Nabi Ibrahim berkata: Aku Islam kepada Rabbul ‘alamin. Ini keutamaan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Karena terkadang manusia itu punya sifat sombong. Ketika dia diberikan kelebihan berupa harta, kekayaan, kedudukan, untuk betul-betul tunduk dan patuh kepada Allah, seringkali kesombongan itu ada. Lihatlah iblis, tidak mau patuh kepada Allah karena kesombongannya. Lihat Firaun, lihat Namrud, dan banyak lagi kaum-kaum yang dibinasakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala akibat kesombongan mereka.

Maka memang sifat hamba yang dipilih oleh Allah adalah orang-orang yang tawadhu dan tidak sombong kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Kedua, penetapan akan rububiyahnya Allah yang bersifat umum mencakup semua makhluk. Itu berdasarkan firman Allah dalam ayat ini: أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (Aku Islam kepada Rabbul ‘alamin). Al-‘Alamin adalah langit dan bumi dan apa yang ada pada keduanya. Hal ini sebagaimana ketika Firaun bertanya kepada Nabi Musa:

قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ ﴿٢٣﴾ قَالَ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖ إِن كُنتُم مُّوقِنِينَ ﴿٢٤﴾

Fir’aun bertanya: “Siapa Rabb semesta alam itu?” Musa menjawab: “Rabb Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya”.” (QS. Asy-Syu’ara[26]: 23-24)

Jadi yang disebut dengan al-‘Alamin adalah semua makhluk selain Allah subhanahu wa ta’ala.

Ketiga, isyarat bahwa makhluk yang diciptakan oleh Allah itu semuanya adalah tanda-tanda kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala. Semua makhluk yang ada, yang kita lihat ini, bahkan pada diri kita sendiri, itu ayat yang menunjukkan akan kebesaran penciptanya. Maka dari itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَفِي أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ ﴿٢١﴾

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat[51]: 21)

Allah menciptakan semut, bahkan yang lebih kecil dari semut, menciptakan yang lebih besar dari itu, Allah menciptakan matahari, bulan, awan, hujan, semua makhluk yang kita lihat di muka bumi adalah tanda-tanda kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala. Maka dari itulah Allah memerintahkan kita untuk menggunakan akal fikiran kita. Ketika kita melihat semut, coba kita fikirkan baik-baik bagaimana Allah menciptakan semut yang 24 jam tak pernah berhenti bekerja. Padahal semut itu kecil, tapi apakah pernah kita melihat semut sedang tidur? Bandingkan dengan manusia yang tubuhnya berkali-kali lipat lebih besar dari semut. Bagaimana kalau manusia bekerja sebagaimana semut bekerja? Bahkan mengangkat beban yang berkali-kali lipat besarnya dari tubuhnya. Semut itu tepat waktu, disiplin. Semut itu kebersamaan dengan luar biasa. Coba kalau kita fikirkan baik-baik, semua ciptaan-ciptaan Allah itu menunjukkan akan kebesaran penciptanya yang luar biasa dahsyat.

Ketika kita melihat daun. Bagaimana Allah menciptakan daun? Bagaimana ternyata terdapat banyak sekali manfaat-manfaat daun untuk kehidupan manusia? Allah simpanan padanya klorofil (zat hijau daun) yang sangat dibutuhkan untuk tubuh manusia. MasyaAllah, jadilah kita selalu memikirkan ayat-ayat Allah yang kita lihat sehari-hari. Namun jangan hanya sebatas kita melihat tanpa kita tadabburi. Sementara difikiran kita hanya makanan dan tidak pernah berfikir bagaimana Allah menciptakan zat-zat semuanya itu untuk kebutuhan manusia.

Maka semua ini isyarat bahwa semua makhluk yang Allah ciptakan adalah tanda akan kebesaran penciptanya. Dan itu menunjukkan bahwa semua makhluk yang kita lihat itu tidak tercipta secara tiba-tiba, tidak ada begitu saja tanpa ada penciptanya.

Keempat, kesesuaian antara firman Allah. Kenapa Allah pada ayat ini dikatakan أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (Aku Islam kepada Rabbul ‘alamin). Apa kesesuaian antara kata “Aslamtu” dengan kata “Rabb”.  Karena Rabb artinya pemilik, pencipta, pengatur alam semesta. Pemilik manusia, pemilik alam semesta, matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, bumi, langit, semua milik Allah. Maka sangat sesuai. Kewajiban kita seharusnya menyerahkan diri kepada pemiliknya. Adapun selain Allah tidak memiliki apapun juga. Selain Allah subhanahu wa ta’ala, kalau bukan karena Allah yang memberi tidak akan memiliki apapun juga. Maka kewajiban kita adalah untuk selalu Islam, selalu mentauhidkan pencipta kita dan tidak mempersekutukanNya.

Dalam Surat Al-Baqarah Ayat 132, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّـهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ﴿١٣٢﴾

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”.” (QS. Al-Baqarah[2]: 132)

MaasyaAllah,  wasiat Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’kub kepada anak-anaknya menyadarkan mereka bahwa inilah agama yang Allah pilih untuk kita manusia. Maka dari itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّـهِ الْإِسْلَامُ ۗ …

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam…” (QS. Ali-Imran[3]: 19)

Maka inilah agama Islam yang Allah ridhai. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, itu yang wajib kita ikuti. Karena itulah Islam sebagai penutup para Nabi dan syariat-syariat sebelumnya. Bahkan Islam yang dibawa oleh Rasulullah itulah yang paling sempurna. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

…الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ …

“…Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. …” (QS. Al-Maidah[5]: 3)

Inilah agama yang diridhoi oleh pencipta langit dan bumi yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Maka dari itu kita bersyukur, kita dijadikan oleh Allah sebagai orang Islam. Alhamdulillah kita lahir dalam keadaan Islam, ibu bapak kita Islam, bersyukur Allah telah memberikan hidayah kepada Islam.

Faidah Ayat Surat Al-Baqarah Ayat 132

Pertama, pentingnya wasiat. Ini menunjukkan bahwa seorang bapak atau siapapun juga, upayakan untuk berwasiat kepada anak-anaknya sebelum dia meninggal dunia. Wasiat ada dua macam. Ada wasiat berupa harta, maka ini tidak boleh diperuntukkan untuk ahli waris. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ قَسَمَ لِكُلِّ وَارِثٍ نَصِيبَهُ مِنَ الْمِيرَاثِ فَلاَ يَجُوزُ لِوَارِثٍ وَصِيَّةٌ

Sesungguhnya Allah membagi untuk setiap ahli warisnya sudah mendapatkan bagian-bagiannya. Karenanya tidak boleh ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi)

Simak pada menit ke – 18:25

Simak dan Download MP3 Kajian Tafsir Al-Quran: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 131 – 133


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45425-tafsir-surat-al-baqarah-ayat-131-133/